Berita  

FGD Penelitian Disertasi Amat Susilo Angkat Model Tata Kelola Kolaboratif Wisata Desa Padusan Pacet

MOJOKERTO,JURNALDETIK.COM– Penelitian disertasi Amat Susilo, mahasiswa Universitas Terbuka (UT) program doktoral, memasuki tahap Focus Group Discussion (FGD) yang digelar di Meeting Room Pawon Katineung, Pacet, Mojokerto. Diskusi ini mengangkat tema “Model Pengembangan Pemerintahan Kolaboratif dalam Pengelolaan Wisata Desa Padusan Kecamatan Pacet Kabupaten Mojokerto”. Sabtu (30/8/2025)

Amat Susilo menjelaskan, Desa Padusan dipilih sebagai fokus penelitian karena memiliki daya tarik wisata alam yang potensial, terutama pemandian air panas dan kawasan hutan wisata. Namun, pengelolaannya dinilai masih kompleks karena melibatkan banyak aktor mulai dari pemerintah daerah, pemerintah desa, Perhutani, pelaku usaha wisata, BUMDes, hingga masyarakat lokal.

“Pola pengelolaan wisata di Padusan selama ini masih cenderung sektoral. Akibatnya, rawan terjadi tarik-menarik kepentingan. Dengan pertumbuhan jumlah wisatawan yang terus meningkat, diperlukan model tata kelola yang adil, transparan, dan berkelanjutan,” terang Amat Susilo dalam paparannya.

Dalam penelitiannya, Amat menggali tiga pokok utama, yaitu, Dinamika pengelolaan antaraktor dalam tata kelola wisata Padusan, Faktor pendukung dan penghambat ketercapaian kolaborasi multipihak dan Perumusan model tata kelola kolaboratif yang sesuai dengan konteks lokal.

“Urgensinya adalah membangun ruang koordinasi yang bisa menampung kepentingan semua pihak. Dengan begitu, kolaborasi multipihak dapat berjalan berimbang antara kepentingan ekonomi lokal dan kelestarian lingkungan,” tambahnya.

Dari diskusi, muncul temuan bahwa Pemerintah Kabupaten Mojokerto melalui Dinas Porabudpar berperan sebagai regulator dan fasilitator. Perhutani, melalui PT Palawi Risorsis, menguasai lahan hutan wisata, sementara Pemerintah Desa Padusan bertugas menjembatani masyarakat dengan pihak luar.

BUMDes bersama Pokdarwis menjadi pelaksana teknis di lapangan, tetapi koordinasi antaraktor belum sepenuhnya stabil. Meski ada kerja sama operasional dengan Perhutani, masih kerap muncul ketegangan mengenai kewenangan dan distribusi keuntungan. Masyarakat lokal yang terlibat melalui UMKM, jasa pemandu, hingga pengelolaan parkir, dinilai belum sepenuhnya dilibatkan dalam pengambilan keputusan strategis.

Kepala Dinas Porabudpar Kabupaten Mojokerto, Norman Handito, yang turut hadir, menegaskan bahwa hubungan pengelolaan wisata di Padusan bukanlah hubungan holding, melainkan sudah mengarah pada hubungan pentaholic yang melibatkan banyak pihak.

Salah satu peserta FGD dari Media menyampaikan, Penguatan konsep governance: Model yang dibangun perlu mempertegas perbedaan antara governance sektoral dengan governance kolaboratif. Ini akan menegaskan kontribusi penelitian pada literatur akademik.

“Pendekatan multi-aktor (Pentaholic governance): Perlu dipertegas bahwa aktor tidak hanya pemerintah, tapi juga masyarakat, swasta, akademisi, dan media. Pentaholix bisa dipakai sebagai kerangka analisis formal.”ujarnya.

FGD ini dihadiri berbagai elemen, di antaranya,Kadis Porabudpar Kabupaten Mojokerto, Norman Handito,Camat Pacet,Kepala Desa Padusan, Perhutani/PT Palawi Risorsis, BUMDes dan pengelola Wana Wisata Padusan,Pengelola penginapan lokal (Bobocabin), Perwakilan pelaku UMKM/pedagang, Ketua Pokdarwis Desa Padusan/komunitas lokal, Akademisi dan peneliti pariwisata dan Jurnalis media lokal

Amat Susilo menegaskan, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi model alternatif tata kelola wisata berbasis kolaborasi yang tidak hanya mendorong pertumbuhan ekonomi lokal, tetapi juga menjaga keberlanjutan lingkungan serta menguatkan peran masyarakat sebagai aktor utama pariwisata desa.(Kar)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *